Minggu, 08 November 2015

BUKU SAHABAT SETIA



Buku, Sahabat Setia Seumur Hidup


Di dalam kehidupan sehari-harinya saya ditemani bahan-bahan bacaan, entah koran, majalah atau buku-buku. Namun akhir Juli yang lalu saya dikejutkan berita meninggalnya salah seorang komikus Indonesia terkemuka, RA Kosasih. Dari berita di koran saya juga baru tahu bahwa dua huruf “RA” di depan nama komikus kondang itu merupakan singkatan dan “Raden Achmad.” Dahulu, sekian puluh tahun yang lalu saya sebagai penikmat komik-komik RA Kosasih menyangka “RA” itu adalah “Raden Ajeng”, karena selalu mengingatkan saya pada nama tokoh nasional RA Kartini. Namun, yang lebih penting lagi karya-karya komik almarhum RA Kosasih ikut mewarnai kehidupan saya sejak saya masih duduk di bangku SD. Teristimewa komik-komik seperti Ramayana (10 buku), Mahabharata (40 buku), dan juga beberapa karya komik lainnya seperti Siti Gahara, Hikayat Panji Semirang, dan lain-lain. Semua komik karya RA Kosasih sudah saya lahap semua. Bahkan saya membacanya rata-rata lebih dari satu kali. Beberapa bulan yang lalu saya kok rindu sekali untuk membaca kembali komik-komik yang menemani saya hampir setengah abad yang lalu itu. 
Riwayatnya, dan komik-komik wayang itulah saya menyukai cerita wayang. Banyak ajaran budi pekerti luhur yang dapat dipetik dari cerita wayang itu.
Namun yang lebih penting lagi dari semuanya di atas. komik hanyalah merupakan “tangga pertama” (meminjam isilah KPK), saya mulai mencintai buku-buku. Juga beberapa majalah anak-anak seperti “Si Kuncung” waktu itu, ikut mempengaruhi saya untuk suka membaca. Bagi mereka yang berasal dan luar Jawa, mungkin komik wayang terasa agak asing. Namun saya percaya bahwa di luar komik, banyak bahan bacaan lain sejak masa anak-anak yang menyebabkan kita rnenyenangi bacaan. Komik bagi saya hanya “menu pembuka” untuk menuju “menu utama”
berupa buku-buku yang menjadi sahabat saya dalam kehidupan selanjutnya.

Teman Setia Seumur Hidup
Buku dapat menjadi teman setia seumur hidup. Namun hal itu tergantung sepenuhnya pada kita sebagai manusia. Karena buku itu sendiri secara phisik merupakan benda mati. Apakah henda itu kita baca atau tidak tergantung sepenuhnya pada kita masing - masing. Bisa saja kita butuh buku karena keharusan, misalnya anak sekolah atau mahasiswa yang diharuskan membaca buku wajib. Bila sudah lulus, bisa saja buku itu dicampakkan, tidak kita hiraukan lagi. Lebih malang lagi nasib buku itu bila di jual ke tukang loak. Seorang rekan yang pernah tugas belajar beberapa tahun di Jepang membandingkan kebiasaan membaca orang Jepang dan Indonesia. Di Jepang kita bisa menjumpai orang membaca buku di mana saja. bukan hanya di rumah atau perpustakaan, tapi juga di tempat-tempat umum, seperti di dalam kereta bawah tanah, bus atau taman kota. Menurut pengamatan teman saya tersebut, sebagian besar rakyat Indonesia bukan pembaca buku, jadi bisa dibayangkan tingkat ilmu pengetahuan mereka rata-rata. Ungkapan bangsa yang maju adalah bangsa yang suka baca buku kiranya tidaklah berlebihan.
Lalu bagaimana kita yang sudah memasuki usia senja ini, sudah pensiun, karir sudah selesai, masih adakah gunanya membaca buku? Bagi yang suka baca buku, tentu akan menjawab “buku tetap berguna”. Buku tetap sumber ilmu pengetahuan yang penting. Bagi pencinta buku, mengoleksi buku merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Buku merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya, dibandingkan dengan jenis-jenis kekayaan lainnya. Namun akan lebih baik lagi bila buku yang ratusan bahkan ribuan jumlahnya itu sudah dibaca semua. Bukan seberapa banyak buku yang kita miliki, namun seberapa banyak buku yang telah kita baca. Membaca buku toh tidak harus dengan memiliki buku. Buku bisa kita pinjam di perpustakaan. Perpustakaan sangat berguna bagi siapapun pencinta buku, karena sesuatu dan lain hal, tidak sempat atau mampu membeli buku.
Dalam sebuah tulisan di koran minggu, penulis yang bersangkutan memberikan nasihat bagaimana seorang manula tidak jenuh menjalani kehidupan sehari-hari. Ia memberikan 3 tip, yakni membaca buku, menulis dan silaturahim dengan teman-teman. Insyaallah kita lahir batin tetap bugar. Bila menulis kita dapat berbagi pengetahuan baru dengan sesama. Jadi itu amal juga, bukan? Mudah-mudahan berpahala juga. Dengan membaca buku dan bacaan lainnya kita dapat berbagi pengetahuan dalam pertemuan dengan teman-teman. Percayalah, pikiran dan rokhani kita akan tetap terjaga kesegarannya.
Tapi bagi mereka yang tidak suka baca, apa lagikah kegunaan ilmu pengetahuan? Membaca buku dengan mengunyah pengetahuan itu bisa memperlambat kepikunan, nasihat seorang psikiater dalam suatu ceramahnya. Maka marilah kita jujur dengan tidak mengabaikan seruan universal yang berhunyi: tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat, sekalipun ke negeri Cina! ***

"Orang lanjut usia yang berorientasi pada kesempatan adalah orang muda yang tidak pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi pada keamanan, telah menua sejak muda"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar